Kabupaten-Kota Layak Anak (KLA) Jangan Sekedar Komitmen
Komisi VIII DPR minta penciptaan Kabupaten/Kota Layak Anak (KLA) bukan sekedar komitmen tapi wujud nyata atau konkretnya. Seperti halnya Bandung, sejak tahun 2006 sudah berkomitmen terhadap KLA tapi nyatanya sampai sekarang belum terwujud.
Demikian disampaikan anggota Komisi VIII Ketut Sustiawan saat rapat kerja dengan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Meneg PP &PA),Selasa (4/6), yang dipimpin Ketua Komisi VIII Ida Fauziyah.
Dalam rapat tersebut, Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Meneg PP &PA) menyampaikansejumlah upaya dan capaian strategis yang telah dihasilkan Kementeriannya, salah satunya adalah penciptaan kabupaten/Kota Layak Anak (KLA) yang ditujukan sebagai wadah dalam pemenuhan hak anak.
Dari tahun ke tahun jumlah kabupaten/kota yang berkomitmen untuk mewujudkan Kabupaten/Kota Layak anak ini semakin meningkat. Sebut saja pada tahun 2008, baru terbentuk 15 menuju KLA, tahun 2011 meningkat menjadi 35, dan tahun 2012 meningkat 60.
Dalam hal ini, Ketut Sustiawan mempertanyakan komitmen 60 kabupaten/kota mewujudkan KLA.Sementara Anggota Komisi VIII lainnya, Humaedi menanyakan konsep KLA seperti apa? Karena sepengetahuannya KLA sendiri masih terdengar asing di masyarakat. Dengan kata lain masih harus dilakukan sosialisasi.
Menjawab hal itu, Meneg PP & PA Linda Amalia Sari mengatakan,bahwa perlu waktu minimal 10 tahun untuk bisa benar-benar mewujudkan KLA.
“Setiap tahunnya kami memiliki tim independen yang akan mengevaluasi Kabupaten/Kota yang sudah menyatakan diri berkomitmen terhadap KLA, barulah Kabupaten/Kota itu sudah benar-benar bisa dikatakan KLA,”jelas Linda.
Lebih lanjut Linda menambahkan bahwa KLA itu sendiri sebenarnya konsep yang diketengahkan PBB (Unicef) yang aslinya bernama world life children. Pada tahun 2006 Indonesia berkomitmen untuk ikut menciptakan World life Children yang kemudian dinamakan Kabupaten/Kota Layak Anak. Salah satu wujud nyatanya adalah dengan tidak adanya lagi anak terlantar di pinggir jalan.
“Kemeneg PP &PA memiliki tugas untuk menyusun program, mengevaluasi agar seluruh kebijakan yang ada aman untuk tumbuh kembang anak,”tambah Linda.
Bahkan dikatakan Linda, Indonesia mendapat penghargaan dari UNICEF karena telah mampu menghimpun dan menfasilitasi pihak swasta dengan membentuk Asosiasi Perusahaan Sahabat Anak. Dimana asosiasi itu harus memiliki strategi atau kebijakan yang aman untuk anak, selain tentunya produk-produk yang dihasilkan juga harus aman untuk anak. Sejauh ini dikatakan Linda sudah 17 perusahaan yang bergabung dalam asosiasi tersebut.
Diharapkan dengan adanya asosiasi tersebut akan semakin mendukung terwujudnya Kabupaten/Kota Layak Anak.(Ayu) foto:ry/parle